Sudah menumpuk sebenarnya dari a sampai z yang ingin aku ceritakan padamu. Tapi lagi-lagi saat mimpi mau berbaik hati pertemukan kita barang berapa detik, di sana aku hanya diam menatapmu, terpaku, bahkan menangis dalam mimpi pun aku lupa caranya. Sampai tangan hangatmu merengkuh dan memelukku–dalam mimpi. Ingin mengucapkan selamat pagi pun aku tak kuat, bibirku tergetar dalam mimpi. Seandainya bisa tak usahlah lagi aku terbangun, agar abadi dalam pelukanmu. Damai rasanya saat itu. Rindu tak usah diucapkan. Aku tahu kau pun sama rindunya denganku, pelukanmu bilang begitu padaku tadi.
Ma, kadang rasanya sangat rapuh dan hampir meluruh tak kuat lagi dua kakiku menopang cerita-cerita ini sendirian. Angin-angin bergemuruh membuyarkan rindu, tapi kotak rinduku tak pernah kosong untuk namamu. Kau pergi terlalu pagi, Ma. Dan aku menyesali beberapa detik kubiarkan sia-sia. Harusnya aku tidak memejamkan mata sebentar pun. Tetap kugenggam tanganmu, saat detik mulai taburkan bau perpisahan. Kau masih secantik terakhir kita bertemu dengan blus batik bercorak parang rusak, setidaknya itu yang aku ingat di pertemuan beberapa jam lalu. Aku selalu berdiri di depan jendela ini, menunggu malaikat lewat yang bersedia kutitipkan surat ini dan membacakannya untukmu. Supaya kau tahu rindu tak pernah habis.
Gemerincing lonceng subuh sudah terdengar menyusup lewat jendela kamar yang terbuka. Aku menutup jendela kamar, tapi rindu tak kan ikut tertutup. Rinduku padamu akan hidup sepanjang musim, Ma.
* * *
Ma, kadang rasanya sangat rapuh dan hampir meluruh tak kuat lagi dua kakiku menopang cerita-cerita ini sendirian. Angin-angin bergemuruh membuyarkan rindu, tapi kotak rinduku tak pernah kosong untuk namamu. Kau pergi terlalu pagi, Ma. Dan aku menyesali beberapa detik kubiarkan sia-sia. Harusnya aku tidak memejamkan mata sebentar pun. Tetap kugenggam tanganmu, saat detik mulai taburkan bau perpisahan. Kau masih secantik terakhir kita bertemu dengan blus batik bercorak parang rusak, setidaknya itu yang aku ingat di pertemuan beberapa jam lalu. Aku selalu berdiri di depan jendela ini, menunggu malaikat lewat yang bersedia kutitipkan surat ini dan membacakannya untukmu. Supaya kau tahu rindu tak pernah habis.
Gemerincing lonceng subuh sudah terdengar menyusup lewat jendela kamar yang terbuka. Aku menutup jendela kamar, tapi rindu tak kan ikut tertutup. Rinduku padamu akan hidup sepanjang musim, Ma.
* * *