Jamal memiliki seorang kekasih seorang designer terkenal bernama Farras. Suatu hari, setelah kepulangan Farras dari Batik Expo and Competition di New York yang mendapatkan juara tiga, Farras memberikan design batik tersebut kepada Jamal. Design batik tersebut memang khusus pria.
Namun, setelah dipakai oleh Jamal, batik tersebut kekecilan disebabkan badan Jamal yang gemuk nan tinggi. Farras merasa kecewa, Jamal tidak ingin Farras merasa kecewa. Jamal berjanji kepada Farras bahwa dia akan menurunkan berat badannya hanya untuk memakai batik buatan Farras dengan elegant dan tidak mengecewakan Farras, akhirnya rasa kecewa Farras sedikit terobati.
Selama dua sampai tiga bulan penuh Jamal diet dan rajin olahraga, dia menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuhnya, minum obat pelangsing, serta tak lupa puasa.
Kemudian dia bilang kepada kekasihnya dia ingin memperlihatkan tubuhnya yang baru sambil memakai batik tersebut. Farras sangat senang, dia ingin bertemu dengan Jamal keesokan harinya. Jamal pun langsung mencari-cari batik tersebut.
Namun takdir berkata lain, batik tersebut tidak ada di lemari Jamal. Dia kemudian bertanya kepada Ibunya, ibunya menjawab tidak tahu. Jamal memiliki adik perempuan bernama Khanza.
“Za, lihat batik kakak yang dari kak Farras gak?”
“Aku pinjemin ke temen aku!”
“HAAAAAHHH? Kok ga bilang?”
“Kakaknya lagi olahraga…”
Tidak ada waktu lagi untuk mencari karena malam harus bekerja.
“Ambil!”
“Aku gak tahu nomor telepon temanku! Tapi aku tahu rumahnya!”
“Ya udah, kakak antar…”
Menaiki motor butut Honda 80 bersama adiknya Khanza mengelilingi ibukota untuk mencari rumah temannya tersebut. Panas terik ibu kota, polusi kendaraan, serta macet tidak menjadi rintangan bagi Jamal.
Sesampainya di rumah temannya tersebut, temannya menyatakan batik tersebut dia pinjamkan lagi ke salah satu temannya, Jamal tidak marah.
Beruntung Khanza tahu rumah temannya yang satu lagi.
Beruntung Khanza tahu rumah temannya yang satu lagi.
Mereka berangkat lagi, lagi-lagi harus bertemu dengan macet. Sesuatu yang tak diduga muncul, mereka kehabisan bensin di tengah jalan.
Mereka terpaksa mendorong motor butut tersebut mencari eceran terdekat. Tapi, Jamal sadar bahwa dia sekarang berada di masa punahnya BBM eceran.
“Pom jauh amat ya…”
Jamal masih semangat, sedangkan adiknya Khanza sudah mulai kecapekan. Tiga puluh menit mendorong motor, mereka sampai di pom dan mengisi bensin mereka. Kendala kembali muncul, Jamal membawa uang kurang. Tapi beruntung lagi Khanza membawa uang lebih.
Mereka berangkat lagi, dan sampai di rumah temannya. Temannya bilang, batiknya dipinjam lagi. Jamal sedikit kesal, tapi terima saja. Temannya bilang, sekarang teman yang meminjam batiknya sedang di RS. Jamal mendatangi RS tersebut dengan ban yang kempes. Tak ada waktu untuk menambal.
Sesampainya di RS, langsung menuju ruang yang dituju. Namun, jam jenguk sudah habis. Beruntung kali ini Khanza memiliki nomor HP temannya tersebut. Dia telepon dan ibunya yang mengangkat. Khanza bilang untuk membawakan batik yang anaknya pinjam, kebetulan anaknya membawanya ke RS.
Ibunya datang menghampiri Jamal di ruang tunggu sambil membawa batik tersebut. Batik tersebut terlihat kusam dan kusut, seperti tidak pernah dicuci ataupun disetrika.
Emosi Jamal mulai meluap, dia gelar batik tersebut. Ternyata batik tersebut sobek hebat di bagian belakang.
“BATIK GUEEEEEEEE!!!!!”
Akhirnya Jamal marah, berteriak, dan menangis guling-guling sambil memeluk batiknya, meskipun dia berada di RS.
Pandeglang, 21 September 2014, 02:28 WIB
By Rein Zukaichi
0 komentar:
Posting Komentar