Hujan

// // Leave a Comment


Hujan ini meresonansikan sesuatu kan? Iya, sesuatu yang kusebut sebagai kenangan. Ada jutaan mungkin kenangan yang terjadi saat hujan, salah satunya yang selalu kuingat, kenangan tentang dirimu. Di sini, saat hujan, enam tahun lalu. Saat aku mengatakan iya dan menerima bunga yang kau petik di jalan bukannya bunga yang seharusnya kau siapkan dengan baik. Iya, enam tahun lalu, dan kemudian semuanya berjalan terlalu indah.
Hujan ini mengingatkan padamu, tentu saja. Bagaimana aku dapat melupakan aromanya? Aroma hujan bercampur kebahagiaan yang kau sajikan. Ah, bagaimana aku bisa melupakan bagaimana kelihatannya? Uap dingin berpendar di jendela, membuatnya menjadi buram dan melihat senyummu. Aku tidak tahu apa hubungannya, hanya saja kaca buram dan senyummu itu mengingatkanku pada sesuatu yang manis.
"Sudah enam tahun kan sayang?" Lagi, di kafe ini aku duduk, dengan dua cangkir cappucino panas dan cookies coklat kesukaanmu, menunggumu untuk datang, kau selalu saja terlambat.
Hujan ini selalu mengingatkanku padamu di enam tahun lalu,meresonansikan sedikit kebahagiaan dalam hatiku.
"Terimakasih untuk enam tahun ini." Aku tersenyum, menyesap kopiku sebelum dingin. Aku bersyukur memilikimu, memiliki senyum itu, memiliki semua kenangan itu.
Hingga akhirnya hujan mereda dan cangkirmu tidak pernah tersentuh, saat kafe ini menjadi semakin sepi, akan ada luka yang menyayat hatiku. Tentang dirimu yang tidak pernah datang. Bukankah kau berjanji untuk menemuiku di sini? Saat itu, beberapa tahun lalu, sebelum Tuhan lebih menginginkanmu untuk berada di sisinya


By Nurul Fatimah

0 komentar:

Posting Komentar